Kata Pengantar
Ada suatu ungkapan yang berbunyi ”Seorang Guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang yang hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru, tutor) keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya dengan senang hati.
Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun masih jarang tulisan dari para praktisi ahli cerita , yang mampu mengarahkan secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara khusus didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku. Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang metode bercerita.
Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak usia dini dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan.
PENDAHULUAN
Di Inggris konon pernah diadakan penyebaran angket kepada orang-orang dewasa. Kepada mereka ditanyakan pada saat apa mereka benar-benar merasa bahagia di masa kanak-kanak dulu. Jawaban mereka : “Pada saat orang tua mereka membacakan buku atau Cerita” Apabila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang-orang dewasa di Indonesia, kiranya jawaban tak akan jauh berbeda. Bahkan, khusus mengenai cerita, sampai orang dewasapun masih tetap menggemarinya. Tengoklah obrolan kita juga akan semakin ‘renyah’ bila kita saling bercerita dengan penuh semangat. Cerita memang ‘gurih’. Semua orang tak pandang usia, menyukainya.
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Bahkan dalam teks kitab sucipun banyak berisi cerita-cerita. Tuhan mendidik jiwa manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan mengajak manusia berfikir dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang terdapat dalam kitab suci, Beliau mengetahui akan jiwa manusia, mengetuk hati manusia antara lain dengan cerita-cerita. Karena metode ini sangat efektif untuk mempengaruhi jiwa anak-anak.
Mengapa metode cerita ini efektif ? jawabannya tidak sulit. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasehat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang kita dengar dimasa kecil masih bisa kita ingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua, melalui cerita manuasi diajar untuk mengambil hikmah tanpa merasa digurui. Memang harus diakui, sering kali hati kita tidak merasa nyaman bila harus diceramahi dengan segerobak nasehat yang berkepanjangan.
Pengertian Cerita, Dongeng dan Metode Bercerita
Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi).
Kata Dongeng berarti cerita rekaan/tidak nyata/fiksi, seperti: fabel (binatang dan benda mati), sage (cerita petualangan), hikayat (cerita rakyat), legenda (asal usul), mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), ephos (cerita besar; Mahabharata, Ramayana, saur sepuh, tutr tinular). Jadi kesimpulannya adalah “Dongeng adalah cerita, namun cerita belum tentu dongeng”.
Metode Bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan anatara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya.
Manfaat Cerita
Menurut para ahli pendidikan, bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa fungsi yang amat penting, yaitu:
1.Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak
2. Media penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif
3. Pendidikan imajinasi/fantasi
4. Menyalurkan dan mengembangkan emosi
5. Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
6.Memberikan dan memperkaya pengalaman batin
7. Sarana Hiburan dan penarik perhatian
8. Menggugah minat baca
9. Sarana membangun watak mulia
BERCERITA UNTUK ANAK USIA DINI
Sebelum bercerita, pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak usia dini. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh :
1. Pemilihan Tema dan judul yang tepat
Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya;
a.sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya.
b.Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya
c.Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya
2. Waktu Penyajian
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut;
a.Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
b.Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
c.Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit
Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3. Suasana (situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.
PRAKTEK BERCERITA
1.Teknik Bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat.
Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut : (1) Narasi (2) Dialog (3) Ekspresi (terutama mimik muka) (4) Visualisasi gerak/Peragaan (acting) (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim (6) Media/alat peraga (bila ada) (7) Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
2. Mengkondisikan anak
Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a.Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh;
Jika aku (tepuk 3x)
sudah duduk (tepuk 3x)
maka aku (tepuk 3x)
harus tenang (tepuk 3x)
sst…sst..sst…
b.Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c.“Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d.Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e.Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh:
Ikrar..!
Selama cerita, Kami berjanji
1.Akan duduk rapi dan tenang
2.Akan mendengarkan cerita dengan baik
f. Siapkan hadiah!, secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah men dorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
3. Teknik membuka Cerita
”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama !
Munculkan Tokoh dan Visualisasi “dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain.
Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita.
Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.
4. Menutup Cerita dan Evaluasi
a.Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b.Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c.Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d.Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
e.Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
5. Penanganan Keadaan Darurat
Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a.Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita
b.Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
c.Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d.Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e.Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f.Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
g.Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h.Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i.Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j.Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k.Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya
Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
6. Media dan Alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
PENUTUP
Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian cerita diatas, tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai unsur diatas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita hanya dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita. Akhirnya….SELAMAT BERCERITA!
Contoh cerita
AKIBAT TIDAK PATUH PADA NASEHAT
Membuka cerita
1.Adakan tanya jawab dengan anak-anak, tentang tumbuhan dan binatang apa saja yang ada di dalam laut, baik dari pengamatan langsung maupun film dokumenter.
2.Simulasi : Anak-anak menjadi batu karang yang tenang.
Tersebutlah kisah seekor anak ikan badut dan induknya yang berwarna belang-belang kuning dan putih. Mereka sedang berenang dalam lautan. Sambil berenang, induk ikan mengajarkan anak kesayangannya bagaimana cara menjaga keselamatan diri dalam kehidupan di laut. “nak, Ibu akan jelaskan keadaan bahaya apa saja yang akan selalu kita hadapi.
Penutur cerita : memunculkan suara air, gelembung dan ombak.
Anak ikan bertanya, “bunda masih banyakkah yang belum ananda ketahui?”.
Penutur cerita:
1.Bersuara kecil dan ketus
2.Gerak dan ekspresi; berputar-putar menjelajahi panggung cerita, dengan riang dan bergerak bebas.
Induk ikan berkata, “wahai anakku yang kukasihi ada hal yang sangat penting yang akan ibu sampaikan…..para ikan yang pandai dan berpengalaman, selalu memberitahukan kepada seluruh warga laut adanya suatu bahaya besar. Ibu berharap ananda memperhatikan apa yang ingin ibu katakan. Suatu hari nanti ananda akan diuji godaan-godaan yang menipumu. Ananda akan berjumpa seekor cacing yang sungguh enak…dan diujungnya ditusuk oleh mata kail serta diikat pada tali yang tidak tampak oleh mata biasa.
Cacing itu sungguh menggiurkan dan lezat sehingga ananda tidak berpikir tentang apapun kecuali ingin menikmati makanan tersebut.Tetapi ananda harus ingat cacing itu adalah tipu muslihat manusia yang akan menculik ananda ke alam lain yang penuh sengsara.”
Penutur cerita :
1. Suara besar, halus, cemas
2. Gerak berputar menjelajahi panggung, dengan mata focus ke titik tertentu ( posisi anak ikan )
3. Alat bantu selendang sebagai sirip.
“Alam apa itu ibu?” Tanya anak ikan
Penutur cerita: kurang memperhatikan
“Jika ananda masuk ke perangkap manusia itu,leher nanda akan ditarik oleh besi yang melengkung tajam dan ananda akan merasa kesakitan saat mulut ananda terkait. Kemudian manusia akan menarik ananda ke permukaan laut, ananda akan dicampakkan seperti sampah di perahu mereka dan ananda akan merasa panas karena ananda bukan lagi dikelilingi oleh air laut tetapi oleh udara.
Penutur cerita : Peragakan ekspresi ketakutan, adegan ditarik dengan pancingan, ketegangan saat mengalami kebutaan.
Kemudian mereka akan membawa ananda ke pasar dan menjual ananda. Manusia akan menusuk-nusuk badan ananda sebelum ada yang membawa ke rumah mereka.
Penutur cerita : menggambarkan kebengisan nelayan dan pembeli ikan di pasar.
“Siksaan mereka belum selesai. Manusia itu mengiris daging, memberi garam. Aduh pedihnya ! Ibu tidak dapat bayangkan.”, kata induk ikan sambil tunduk ketakutan. “Setelah dibolak-balikan, ananda akan melihat minyak yang panas, percikannya akan menghancurkan kulit ananda yang halus. Kemudian manusia akan memasukkan ananda ke dalam minyak yang panas itu, sehingga daging dan kulit ananda hancur berubah warna.”
Penutur memperagakan ikan yang kepanasan serta teriakan-teriakan yang sangat kepanasan.
“Akhirnya, ananda akan dimakan oleh manusia yang tidak mengenal belas kasihan. Semua siksaan itu berawal dari godaan cacing tadi. Ibu berpesan agar ananda ingat dan berhati-hati di laut lepas ini.”
Penutur memperagakan seorang laki-laki rakus sedang makan ikan dan hanya tersisa tulangnya saja. Juga memperagakan ulah ketakutan induk ikan dengan tertunduk dan menangis tersedu-sedu.
Anak ikan hanya mengangguk-anggukan kepalanya, dalam hatinya masih tidak yakin karena belum pernah ketemu cacing yang seperti itu. “Ah, ibu penakut, dikiranya aku ini bodoh dan tidak bias mengurus diriku sendiri.”
Penutur cerita memperagakan anak ikan berjalan bolak-balik dengan riang dan ekspresi angkuh.
Suatu hari, anak ikan ini bermain-main dengan teman-temannya. Mereka melihat seekor cacing yang tampak besar dan menggiurkan.
Penutur menggambarkan dan mengekspresikan secara dramatis, dengan gerakan tangan dan tubuh yang menggambarkan betapa besar dan lezatnya cacing tersebut.
Semua ikan-ikan itu, telah mendengar cerita dari orangtua masing-masing, cuma baru sekarang melihatnya sendiri. Masing-masing menolak satu sama lain dan saling melarang temannya agar tidak pergi memakan cacing itu.
Penutur memperagakan adegan saling dorong-mendorong, tarik-menarik antara ikan yang ingin makan cacing dan ikan yang ketakutan.
Akhirnya, si anak ikan yang tidak yakin dengan cerita ibunya tadi, berkata : “ah, masak benar kata-kata ibuku, makanannya selezat ini tidak akan mendatangkan apa- apa kecuali perut akan kenyang."
Penutur memperagakan kesombongan anak ikan saat berenang mendekati cacing dengan angkuhnya.
Setelah anak ikan itu membuka mulutnya lebar-lebar, dan dengan rakusnya ia makan cacing itu. Tiba-tiba, mulut dan lehernya terasa kesakitan sekali. Setelah berusaha keras mempelepaskan diri, si anak ikan tadi menyesal dan sedih, karena sekarang dia tahu apa yang dikatakannya ibunya memang benar. Tetapi segalanya, sudah terlambat, karena dia tidak patuh pada nasehat ibunya.
Penutur memperagakan usaha melepaskan mata cacing dari leher, teriakan meminta tolong dan kepanikan penuh penyesalan.
Sumber: badkomergangsan.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar