"Belajarlah terus, karena bisa saja ilmu yang kita miliki sudah kadaluarsa atau bahkan salah. Belajarlah sampai akhir hayat."

Minggu, 22 Mei 2011

Lebih Baik Pendidikan “Berkarakter” daripada P4

Menanggapi adanya rencana sebagian rektor yang akan memasukan kembali pelajaran Pendoman Pendidikan dan Pengamalan Pancasila (P4) dalam meminimalisir tindakan “terorisme” dan “radikalisme” di kampus, Kasubdit Pengembangan Akademik Dirjen Pendidikan Tinggi Islam pada Kementerian Agama, Dr Muhammad Zain berpendapat justru lebih baik di terapkan “pendidikan berkarakter” saja.

“P4 itu mempunyai sejarah tersendiri dan kalau dibuat “proyek” malah hasilnya kurang bagus juga,” ujar Zain kepada hidayatullah.com di sela acara diskusi pendidikan bertajuk,”Membangun Insan Kamil dan Penanggulangan Paham Radikalisme” di kampus Universitas Islam Bandung, kemarin.

Pendidikan berkarakter sendiri menurut Zain adalah dengan menampilkan figur teladan tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia sehingga mahasiswa atau peserta didik mempunyai inspirasi watak mulia sang tokoh.

Senada dengan Zain, Rektor Unisba, Prof.Dr .Thaufiq Boesori,MS, mengaku bahwa PTI yang di pimpin telah menerapkan pendidikan akhlak dan agama di atas rata-rata.Di Unisba sendiri memberi porsi sampai tujuh semester.

“Bahkan kami masih ada pesantren mahasiswa bagi mahasiswa baru dan pesantren sarjana bagi yang akan lulus,” sambung Thaufiq.

Namun demikian Thaufiq tidak menampik sinyalemen akan adanya paham radikalisme yang masuk dunia kampus.Mengingat tidak ada alat untuk mendeteksi paham atau ideologi seseorang.

“Beberapa waktu lalu saya berkunjung ke perguruan tinggi di Jawa Timur,kata sang rektor sedang menyelediki paham radikalisme yang tengah berkembang di kampusnya,” Thaufiq memberi gambaran.

Bukan Pendidikan Formal

Sementara itu Muhammad Zain, munculnya tindakan radikal akhir-akhir ini yang ditengarai dilakukan sekelompok orang tidak selamanya bersumber pada ajaran agama.Mencuatnya istilah radikalisme agama yang sering diarahkan pada Islam dinilai hanya bermaksud memojokkan umat Islam sebagai yang tidak memahami ajaran agamanya.

Menurut Zain, adalah kesalahan besar jika ada pendapat bahwa radikalisme lahir dari sebuah institusi pendidikan baik formal maupun non forman.Karena faktanya tidak satupun institusi pendididikan terutama lembaga pendidikan Islam yang memasukan paham radikalisme dalam kurikulumnya.

Penelitian yang dilakukan Kementerian Agama sendiri belum menemukan keterkaitan paham radikalisme agama dengan kurikulum di Perguruan Tinggi Islam (PTA). Kalaupun ada mahasiswa yang berpaham radikal maka itu bisa karena interaksi dengan dunia luar kampus, ujar Zein.

Untuk itu ia berharap bahwa PTI harus memiliki daya tarik dan magnet bagi mahasiswa dalam rangka penegembangan keilmuan Islam.Sehingga PTI bisa menjadi baitul hikmah,dimana tempat tumbuh kembangnya kearifan-kerifan luhur yang bersumber pada ajaran Islam.

“PTI juga harus mampu melahirkan generasi yang berkarakter,bermartabat dan berwawasan luas namun berjiwa ulama.Istilahnya intektual yang ulama dan ulama yang intelektual,” sambung Zain.

Namun demikian Zain berharap jika disinyalir adanya kecenderungan kea rah radikalisasai maka PTI harus merespon dengan melakukan tindakan persuasiv semisal penambahan porsi pelajaran agama atau kaji ulang kurikulum dan perbaikan metode pengajaran.

Sumber: Hidayatullah

0 komentar:

Pengin cari artikel lainnya...?!?