Minta-minta lagi, itulah kenyataan yang sering kita lihat di masjid kita hari ini, khususnya dalam persoalan dana. Minta-minta dana pada jama’ah seakan-akan telah menjadi budaya dan kultur masjid kita hari ini, khususnya lagi pengurus masjid yang sudah tak lagi produktif dan tidak memiliki paradigma (cara padangan) memakmurkan masjid dengan paradigma memberi.
Mungkin dalam pandangan banyak pengurus masjid kita hari ini, meminta dana pada jama’ah adalah yang lumrah untuk dilakukan sebagaimana aktivitas kampung pada umumnya, khususnya di tingkat RT (Rukun Tetangga), dengan berbagai iurannya. Mungkin mereka beranggapan pula, jika tidak meminta jama’ah, tak akan ada dana, sehingga kegiatan masjid tak bisa berjalan dengan baik.
Pembaca sekalian, maka wajar jika hampir bisa dipastikan setiap akan ada kegiatan masjid, para takmir/pengurus masjid kita membagi struk permohonan dana. Mau memberi subsidi tenaga pengajar TPA/TPQ minta-minta dana jama’ah, mau mengadakan pengajian minta-minta dana ke rumah-rumah jama’ah, bahkan mau membangun/renovasi masjid pun, tak malu-malu meminta-minta jama’ah dari rumah ke rumah.
Terkhusus permintaan untuk sebuah dana pembangunan/renovasi masjid seringkali tak pandang bulu, semua orang muslim dimintai dana, entah itu beda kelompok, ormas atau jama’ah, baik dari kalangan orang muslim yang tidak sholat sampai yang telah menjadi jama’ah aktif, tak satupun luput dari permintaan dana. Mereka beralasan bahwa pembangunan/renovasi masjid adalah tanggungjawab bersama setiap individu muslim.
Tapi, ketika masjid telah berdiri kokoh dan megah, lantas lupa dari mana dana pembanguan/renovasi itu berasal, kemudian dengan arogan mengaku sisi bahwa masjid ini adalah miliki ormasku, sebab ini telah di wakafkan pada ormasku, kemudian membatasi bahwa yang boleh jadi pengurus masjid, hanya pengurus /simpatisan ormas tersebut, sedangkan jama’ah lainnya hanya boleh jadi jama’ah sholat semata.
Sedangkan untuk kalangan muslim yang awalnya juga dimintai dana, tapi belum mau sholat dan belum siap untuk datang ke masjid pun setelah masjid berdiri megah nan kokoh, tak satupun program masjid yang peduli pada mereka yang belum terketuk hatinya untuk sholat dan mau datang ke masjid. Setiap kajian dan ceramah agama, saudara kita sesama muslim yang belum sadar untuk kembali pada Islam, senantiasa menjadi bahan untuk dipersalahkan dan terus saja disindir aktivitasnya, padahal semula mereka juga dimintai dana ketika masjid sedang membutuhkan dana untuk membangun/ renovasi masjid.
Pembaca sekalian, fenomena sebagaimana yang saya sampaikan di atas adalah kenyataan yang banyak terjadi di masjid kita hari ini. Masjid akan berusaha dekat dengan masyarakat dan tidak mempermasalahkan dari ormas atau kelompok manapun, seringkali dekatnya hanya kalau ada maunya. Jika, butuh tak malu-malu meminta, jika sudah tercapai keinginnya lupa kan prilaku awalnya. Ya, inilah gambaran masjid kita hari ini yang hanya pandai meminta, tapi tidak pandai untuk memberi ummat.
Memakmurkan masjid dengan paradigma meminta telah kita saksikan hasilnya hari. Dari pardigma meminta ini berimplikasi banyak hal, antara lain :
1. Terjadi pengendapan dana kas masjid yang diluar batas kewajaran,bahkan mencapai puluhan juta rupiah. Dan lebih ironis lagi dana tersebut hanya disimpan di bank atau diendapkan dibendahara, sedangkan masyarakat tidak bisa memanfaatkannya jika membutuhkan uluran bantuan segera.
2. Masjid akhirnya secara tak langsung ikut membebani masyarakat sekitar dengan berbagai permohonan dana. Belum lagi masyarakat terbebani pula dengan iuran kampung. Akhirnya ummat serba salah untuk menyikapi permohonan dana dari masjid, kalau tidak diberi kenyataannya masjid butuh dana, tapi jika diberi kenyataannya banyak yang sudah keluar untuk iuran/sumbangan.
3. Ketua/Pengurus Takmir masjid akan sangat tergantung dengan dana jama’ah dan kecendrungannya tidak mau repot-repot untuk menggalang dana dari pintu lainnya. Sebab, jika ada kegiatan masjid, entah itu pengajian, pembanguan/renovasi, memberi subsidi tenaga pengajar TPA/TPQ dan lain-lain, cukup minta jama’ah dari rumah ke rumah.
4. Pembangunan/renovasi masjid akan menjadi skala prioritas para takmir masjid kita hari ini, padahal yang baik yakni selama masih ada yang membutuhkan uluran bantuan dari masjid jangan membangun/renovasi masjid dulu, sehingga masyarakat benar-benar bisa sejahtera melalui masjidnya.
5. Masyarakat jadi tidak terdidik untuk berinfaq, mungkin mereka beranggapan ngak usah infaqlah, toh nanti takmir/pengurus masjid juga akan datang ke rumah untuk meminta dana. Akhirnya, paradigma meminta ini tidak mampu menumbuhkan kesadaran berinfaq, bahwa infaq itu bukan kepentingan masjid, tapi kepentingan setiap pribadi yang mengaku beriman.
Pembaca sekalian, dari uraian diatas bisa kita ambil pelajaran bahwa memakmurkan masjid dengan paradigma meminta akan sangat memberatkan jama’ah masjid. Untuk itu, marilah kita dorong masjid kita untuk tidak meminta dana dari jama’ah, terlebih lagi meminta-minta dengan cara mendatangi dari rumah ke rumah. Ditengah ekonomi masyarakat yang sulit seperti saat ini, seharusnya ummat di sekitar masjid tidak dibebani dengan berbagai iuran dari masjidnya.
Yakinlah, jika kita mengelola masjid dengan benar dan lebih mementingkan pembanguan ummat dari pada pembangunan fisik masjid, memakmurkan masjid dengan paradigma memberi akan mampu kita laksanakan dengan baik, sebab masjid akan menjalankan perannya sesuai dengan kemampuan dana yang dimiliki, tidak berlebih-lebihan.
Tapi jika, ketua/pengurus takmir masjid menggulirkan program semacam membangun/renovasi masjid di luar batas kemampuan yang di miliki masjid, padahal masjid sebenarnya belum butuh direnovasi (hanya karena mendapatkan bantuan dana renovasi), maka ujung-ujungnya yakni meminta tambahan dana dari masyarakat sekitar masjid.
Kesimpulan, dari tema ini yakni ternyata tidaklah mudah menjadi Ketua/Pengurus masjid hari ini, apalagi menjadi ketua/pengurus takmir masjid yang memiliki paradigma memberi dan mampu menaham diri untuk tidak meminta-minta jama’ah dalam setiap kegiatan yang diadakan masjid, walaupun masjid benar-benar membutuhkan dana, tapi bangunlah kesadaran dan kepedulian ummat terhadap masjidnya, jika mereka meiliki kesadaran dan kepedulian, segala hal yang berhubungan dengan masjid akan menjadi mudah…..tapi sayangnya banyak ketua/pengurus masjid hari ini yang belum menjadikan pentngnya kesadaean dan kepedulian berifaq hama;ahnya jadi agenda proramnya. Wallahu ‘alam bishowab.
Sumber: Khoirotun Hisan
0 komentar:
Posting Komentar