"Belajarlah terus, karena bisa saja ilmu yang kita miliki sudah kadaluarsa atau bahkan salah. Belajarlah sampai akhir hayat."

Kamis, 10 Juni 2010

Menag: Umat Islam Bermutu Indonesia Maju

Jakarta. Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, sebagai umat mayoritas di Indonesia, tidak bisa diragukan lagi bahwa umat Islam menempati posisi yang sangat penting bagi Indonesia. Bahkan sudah tidak terhitung berapa banyak ahli yang berpandangan bahwa masa depan Indonesia sangat bergantung pada sejauh mana kualitas umat Islam.
"Apabila kualitas umat Islam buruk Indonesia akan terpuruk, sebaliknya, apabila kualitas bermutu Indonesia akan maju," kata Menag saat membuka pameran potensi umat Islam di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (6/5). Pameran berlangsung terkait penyelenggaraan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-5.

Menag mengatakan, mat Islam Indonesia memiliki potensi besar untuk melahirkan para ultrapreneur, dengan potensi kuantitatif sebagai mayoritas di Indonesia. Mereka akan terwujud apabila persekutuan strategis tercetus di kalangan para entrepreneur dengan komitmen penegakan ekonomi syari`ah yang dilandasi oleh pertumbuhan, kontinuitas, dan keberkahan, maka dampaknya akan luas sekali, serta mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif secara nasional.

Tanpa menutup kemungkinan persekutuan strategis, outsourcing strategic dan benchmarking dengan entrepreneur dari kalangan non-muslim, para ultrapreneur tersebut akan berperan luas dalam pemulihan ekonomi Indonesia, bahkan membawa kegairahan yang kondusif di wilayah regional maupun internasional. Selain itu, dengan landasan tiga fokus utama ekonomi syari`ah yang diungkapkan sebelumnya, maka aktivitas tersebut Insya Alloh akan berfungsi pula sebagai dakwah bil-lisan.

Dikatakan pula, potensi kualitatif dalam mendorong terlahirnya para ultrapreneur tersebut diindikasikan oleh kegairahan kalangan santri maupun intelektual muda muslim untuk ikut berperan aktif mengembangkan sistem perekonomian syari`ah. Kegairahan itu disertai pula oleh ketertarikan mereka untuk mulai mempelajari konsep muamalah yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabatnya secara lebih intensif.

Selanjutnya, kemauan keras untuk mempelajari konsep muamalah tersebut, selayaknya diikuti pula oleh penerapan yang tepat dalam setiap aktivitas kewirausahaan. Dengan begitu, kesempurnaan konsep yang memegang prinsip adil, transparan, dan saling menguntungkan ini, secara optimal dapat dirasakan manfaatnya secara pribadi, hingga para santri dan intelektual muda ini matang sebagai entrepreneur dan siap menjadi seorang ultrapreneur yang akan memperkenalkan pula konsep perekonomian syariah melalui proses strategic alliances, outsourcing strategy, dan benchmarking yang synergistic tadi.

Tidak terdapat halangan bagi entrepreneur yang memegang prinsip ekonomi syari`ah untuk melakukan benchmarking dengan kalangan manapun. Prof. Thoby Mutis telah menjelaskan bahwa dasar daripada benchmarking adalah adanya keterbukaan informasi, kesediaan saling menukar informasi, perbandingan kinerja, dialog kerja dan saling mempelajari keunggulan.

Dari penjelasan tersebut lanjut Suryadharma, inti dari benchmarking sendiri adalah kepercayaan, sesuatu yang dikedepankan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam bermuamalah. Sehingga secara prinsip, tidak ada hal yang menghambat seorang entrepreneur muslim untuk mampu melakukan benchmarking yang sinergis, dan berhak mencapai derajat ultrapreneur atas dedikasinya dalam usaha.

Ia juga mengatakan, kecepatan informasi membuat dunia bagaikan sebuah desa. Peristiwa di salah satu belahan bumi dapat segera diketahui oleh orang di belahan bumi lainnya dalam hitungan detik saja. Pola-pola standar dalam lingkungan politik, ekonomi, sosial dan budaya memerlukan modifikasi agar adaptif terhadap ekses daripada perubahan-perubahan yang terjadi begitu cepat.

Teknologi informasi dengan tingkat akselerasi yang tinggi, memegang peran sebagai source of changes yang menimbulkan kegairahan baru di dunia usaha. Saat ini, pasar tengah berevolusi dari bentuk marketplace menuju bentuk marketspace. Dalam bentuk marketspace, pertemuan antara pembeli dan penjual telah meninggalkan banyak cara-cara tradisional yang mengharuskan kedua pihak bertemu di suatu tempat.

Era keterbukaan informasi membuka peluang yang luas bagi para entrepreneur atau wirausahawan untuk melakukan strategic alliance (persekutuan strategis) dan outsourcing strategy, tanpa harus mengesampingkan kreativitas dan jati dirinya. Para entrepreneur itupun diharapkan pula mampu melakukan benchmarking yang synergistic.

Sinergisitas ini diupayakan untuk optimal membesarkan, serta memberikan manfaat lebih bagi perusahaan-perusahaan yang terlibat. Prinsip mutualisme selayaknya dikedepankan disini. Pola kompetisi murni yang sebelum era globalisasi ini banyak dianut, telah melahirkan pemenang dan pecundang. Pola tersebut berkontribusi dalam menciptakan sekat-sekat penutup bagi pertukaran informasi di antara perusahaan-perusahaan. Cara tersebut tidak tepat lagi untuk menggagas pertumbuhan dan kesinambungan usaha pada saat sekarang.

Di era ini, keterpurukan yang menimpa satu pihak, akan membawa dampak negatif pula terhadap pihak lainnya. Untuk itulah diperlukan entrepreneur plus yang dapat melakukan strategic alliance, outsourcing strategy dan benchmarking yang synergistic tersebut, hingga tercipta dinamika usaha yang harmonis antar perusahaan-perusahaan yang terlibat. Ahli kewirausahaan. "Para entrepreneur dengan kehandalan lebih itu dengan sebutan ultrapreneur," jelas Menag Suryadharma Ali.


Sumber: PINMAS Kemenag RI

0 komentar:

Pengin cari artikel lainnya...?!?