Cerita dari inspirator Bayu Gawtama ini begitu menggugah. Fakta bahwa Ramadhan menjadi magnet bagi siapapun, profesi apapun, untuk tilawah (membaca Quran) menghiasi bibir dan hati dengan ayat-ayat Nya.
Berikut Ceritanya:
Segera saya mencari pom bensin ketika kedap-kedip di dashboard seolah terus memaksa minta diisi. Pom bensin pun terlihat, “isi full mas…” saya diam, si mas petugas pom bensin hanya diam duduk membelakangi. Apa mungkin dia mengantuk di tengah terik begini, ketika sepi tidak ada pelanggan. “Mas, isi penuh ya…” kali ini volume suara saya perbesar sedikit, dan berhasil. “Eh maaf, pak…” dia meletakkan sesuatu dari tangannya di atas kotak merah tempat penyimpanan uang. Akhirnya saya tahu apa yang membuat ia tak mendengar sapaan saya yang pertama, dan akhirnya saya seperti merasa bersalah dengan tekanan yang lebih tinggi pada sapaan yang kedua. Karena ternyata ia tak sedang tidur membelakangi saya, namun tengah khusyuk membaca Alqur’an.
Yang baru saja diletakannya itu alquran kecil ukuran saku, hati-hati sekali ia menyimpannya masih dalam keadaan terbuka namun posisinya tertelungkup. Mungkin ia menandakan bacaan yang terbaru untuk dilanjutkan kembali nanti setelah pelanggannya pergi. Sambil ia memasukkan selang pompa, saya masih sempat melihat gerakan bibirnya masih membaca lafaz tersisa, yang mungkin belum sempat ia selesaikan karena kedatangan saya. Saya segera membayar sejumlah uang untuk sejumlah bensin yang telah ia berikan, terdengar kata “Alhamdulillah…” darinya.
Masih di hari yang sama, sebelum pulang ke rumah saya teringat satu keinginan pangeran kecil di rumah. Mampirlah saya ke toko mainan setelah mendapat rezeki pagi harinya, saya mulai melihat-lihat dan menawar harga mobil-mobilan yang bisa ditunggangi anak-anak. Beragam bentuk dan warnanya, beragam pula harganya, saya sekadar mengukur harga mainan itu dengan jumlah yang tersedia di kantong. “Silahkan dilihat-lihat saja dulu pak…” pelayan tokonya seorang perempuan muda berjilbab, tidak terlalu rapih namun tetap menutup auratnya.
Setelah menimbang, memilih dan akhirnya memutuskan, saya mencari pelayan toko tadi untuk membayar mainan yang sudah terpilih, yang tentu harganya terjangkau. Tetapi saya tak menemukan pelayan yang tadi, “mbak… mbaaak…” tak lama kemudian ia terlihat di sudut toko tengah asik dengan alquran di tangannya. Saya dekati perlahan, “maaf mengganggu mbak, saya pilih yang warna merah itu…” pelayan itupun menutup alqurannya, sambil tersenyum ia menerima sejumlah uang pembayaran mainan dari saya.
Sehari sebelumnya, siang menjelang sore ketika orang-orang mulai sibuk mencari penganan untuk berbuka puasa. Saya melintasi sebuah kedai ala kadarnya yang menjual timun suri, tak sedikitpun sebenarnya tertulis niat untuk membeli buah itu. Namun pemandangan di belakang tumpukan timun suri itulah yang menghentikan laju motor saya dan kemudian memutar balik arah. Saya dekati, matanya terpejam sambil bibirnya melafazkan beberapa ayat alquran. Alquran digenggamannya, sesekali matanya terbuka untuk melihat sekilas ke barisan ayat-ayat, kemudian terpejam lagi. Subhanallah, ternyata ia tengah menghapal alquran.
Saya yang berdiri beberapa saat di hadapan tumpukan timun surinya seolah tak terlihat lagi olehnya, sampai akhirnya ia kaget sendiri, “Eh ada orang… mau timun pak?” senyumnya merekah, sejuk terlihat mungkin karena bacaan-bacaan yang telah menghiasi mulut dan hatinya. Tanpa dipaksa, terbelilah timun suri yang sebelumnya tak terniat sedikitpun.
(seperti yang dituliskan oleh Mas Bayu Gawtama. Thanks a lot ya Bang!)
0 komentar:
Posting Komentar